Anker Protes Tarif KRL Orang Kaya Bakal Naik: Mending Saya Ngisi Bensin

Anker Protes Tarif KRL Orang Kaya Bakal Naik: Mending Saya Ngisi Bensin
Anker Protes Tarif KRL Orang Kaya Bakal Naik: Mending Saya Ngisi Bensin

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi akan mencabut subsidi tarif KRL untuk orang kaya. Sistem subsidi baru akan diterapkan untuk memastikan bahwa mereka yang menikmati tarif KRL murah saat ini adalah penerima manfaat yang tepat.
Menurutnya, saat ini tarif KRL hanya berkisar Rp 4.000 untuk jarak minimum karena jenis subsidi Public servis Obligation (PSO) yang diberikan pemerintah. Tarif asli seharusnya sekitar Rp 10.000-Rp 15.000.

Dengan diterapkannya sistem subsidi ini, tarif KRL bagi masyarakat yang mampu dapat mendekati tarif semula atau tanpa subsidi.

Banyak pengguna KRL yang kerap disapa Anker alias anak kereta memprotes rencana Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Anker asal Bojonggede, Awan (27), mengaku lebih memilih naik kendaraan pribadi ketimbang naik KRL jika kebijakan ini diterapkan.

Dia menghitung, dengan asumsi tarif dasar Rp. 15.000, lalu dari rumah Awan ke tempat kerjanya di Kemayoran, Jakarta Pusat, ongkosnya bisa mencapai Rp. 20.000 sekali jalan. Jika mudik, maka Awan harus mengeluarkan Rp 40.000 sehari.

“Apalagi transitnya bisa berapa? Misalnya saya dari Bogor ke Tanah Abang itu transit, dan sekali jalan mungkin Rp 20.000 sampai Rp 30.000. Saya lebih suka isi bensin daripada naik KRL,” kata Awan kepada CNNIndonesia.com, Rabu (28/12).

Awan menilai kebijakan ini membuka peluang bagi pengguna KRL untuk beralih kembali ke kendaraan pribadi. Padahal, menurutnya, setiap warga negara berhak mengakses layanan transportasi umum, tanpa memandang golongan kaya atau miskin.

“Kalau bisa naik motor atau mobil, (alih-alih naik KRL) mungkin naik kendaraan pribadi, eh malah macet. Pajak mobil harusnya mahal, bukan menghapus subsidi,” ujarnya.

Awan juga mempertanyakan kategori kaya yang dimaksud Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Dia menilai, pegawai negeri sipil (PNS) juga bisa memprotes kebijakan ini karena tidak ada kategori “orang kaya” yang jelas dari pemerintah.

“Kebijakan ini diskriminatif bagi warga yang seharusnya disubsidi untuk layanan angkutan umum. Karena masyarakat kelas menengah ke atas berhak mengakses angkutan umum,” ujarnya.

Anker, warga asli Bekasi, Akah (29) juga mempertanyakan mekanisme penetapan kategori kaya-miskin yang dimaksud pemerintah. Menurutnya, KRL merupakan moda transportasi andalan warga Jakarta dan kota-kota pendukungnya seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

“Kalau ada selisih harga tiket, berarti pemerintah diskriminatif. Angkutan massal harus dilihat sebagai hak dan kebutuhan dasar warga megapolitan Jabodetabek,” ujar Akah.

Apakah menurut Anda orang kaya dengan kemampuan membeli kendaraan pribadi seperti mobil harus didorong untuk menggunakan angkutan umum, salah satunya melalui harga KRL yang terjangkau?

dia juga menilai penerapan kebijakan ini akan berantakan karena sulitnya menentukan kategori kaya dan miskin. Tak hanya itu, Akah meragukan validitas data pemerintah.

“Selain itu, akan banyak juga yang main kucing-kucingan. Jadi, akhiri saja rencana subsidi yang ditargetkan itu,” ujarnya.

Alih-alih menerapkan kebijakan subsidi yang tepat sasaran, Akah meminta pemerintah membenahi sistem KRL yang menurutnya masih banyak kekurangan di sana-sini. dia mengaku masih sering harus menunggu lama dan mendapatkan jadwal kereta api yang tidak tepat waktu.

“Nah, kalau pemerintah ingin mengurangi subsidi untuk orang kaya, jaminan kenyamanan KRL seperti apa yang ditawarkan? KRL masih banyak kekurangannya,” ujarnya.

Anker lainnya, Izah (22) berpendapat jika pemerintah ngotot memotong subsidi KRL, maka pemerintah perlu menerapkan kelas penetapan tarif. Menurutnya, selisih tarif dasar saat ini Rp 3.000 dengan rencana tarif Rp 10.000 terlalu besar.

“Saya kira perlu diperhatikan parameternya dan gap Rp 3.000 ke Rp 10.000 itu jauh. Jadi kalau mau dibuatkan sistem kelas biar bermanfaat,” ujarnya.

Dia mengapresiasi langkah pemerintah membahas kenaikan tarif dengan mengusung semangat subsidi silang. Namun, dia berharap pemerintah melakukan pemetaan yang tepat sasaran dan penerapannya tidak membebani kelompok rentan.

Apalagi menurutnya, isu pencabutan subsidi selalu menjadi masalah. Ini tidak hanya mensubsidi tarif angkutan umum, tetapi juga berlaku untuk bantuan sosial lainnya. Izah melihat masih banyak orang yang memiliki kondisi ekonomi yang sama dengannya, bukan yang miskin apalagi yang kaya.

“Dengan gaji saya saat ini, saya rasa tidak mungkin membayar Rp 10.000 untuk setiap naik KRL. Membayar Rp 10.000 untuk orang dengan gaji dua digit itu minimal. tidak terlalu miskin, tetapi ya sama rentannya dengan saya,” katanya.

SUMBER : CNN INDONESIA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *