

Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia dikenal dunia memiliki segudang ‘harta karun’, tidak hanya tambang tetapi juga hasil alam dari pertanian dan perkebunan. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia.
Salah satu komoditas unggulan Indonesia adalah kopi. Menurut data International Coffee Organization (ICO) tahun 2020, Indonesia merupakan negara ke-4 dengan produksi kopi terbesar di dunia, yang memiliki pangsa pasar sebesar 7,1% dari total pasar di dunia.
Luas tanam kopi terbesar ketiga di Indonesia tahun 2021 diperkirakan mencapai 1,3 juta ha.
Tak hanya itu, kopi Indonesia juga laris manis di kancah global. Pada tahun 2022, nilai ekspor kopi Indonesia akan terus meningkat.
Pada tahun 2022, ekspor kopi Indonesia juga akan mengalami peningkatan yang signifikan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) periode Januari – Oktober 2022, ekspor kopi Indonesia melonjak 40,78% menjadi US$ 918 juta atau setara Rp 14,29 triliun (asumsi kurs Rp 15.570/US$) ketika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021.
Negara tujuan ekspor kopi Indonesia terbesar adalah Amerika Serikat (AS) dengan nilai ekspor US$ 225 juta atau setara Rp. 3,5 triliun. Nilai ekspor juga meroket hingga 55,71%.
Selanjutnya, nilai ekspor kopi ke Mesir menempati urutan kedua mencapai US$ 65 juta atau Rp 1 triliun. Namun, nilai ekspor tersebut mengalami penurunan sebesar 8,48% dibandingkan periode yang sama tahun 2021.
Jerman merupakan negara tujuan ekspor kopi Indonesia terbesar ketiga dengan nilai ekspor US$ 62 juta atau Rp 965 miliar. Nilai ekspor tersebut meroket hingga 157% dibandingkan periode 2021.
Namun pelaku pasar tampaknya harus berhati-hati karena harga kopi tahun ini dan tahun depan diperkirakan akan turun akibat potensi resesi.
Rabobank memperkirakan harga komoditas pertanian, salah satunya kopi, akan turun karena potensi ekonomi makro yang suram akibat melambungnya harga energi akibat geopolitik yang berlangsung antara Rusia dan Ukraina.
Selain itu, Rabobank juga melihat adanya potensi pasokan gandum yang akan berkurang hingga 6 juta ton tahun ini akibat cuaca yang tidak menentu di Uni Eropa, AS, dan Argentina. Juga menambah beban sentimen global.
Rabobank memproyeksikan sentimen ini akan menurunkan permintaan kopi di bawah level rata-rata 1,5%.
Harga komoditas pertanian bisa turun bukan karena peningkatan produksi tetapi karena permintaan yang sangat lemah,” kata Kepala Riset Pasar Komoditas Pertanian Rabobank Carlos Mera seperti dikutip Reuters.
Begitu pula International Coffee Organization (ICO) juga menurunkan proyeksi pertumbuhan konsumsi kopi global hingga tahun 2030 yang diperkirakan turun di kisaran 1-2%.