

Harga minyak mentah dunia anjlok lebih dari 3% karena negara-negara G7 mempertimbangkan untuk membatasi harga di atas tingkat pasar saat ini untuk minyak Rusia. Persediaan bensin di Amerika Serikat dibangun lebih dari perkiraan analis. Penurunan harga minyak mentah ini jika terus berlanjut tentu dapat memengaruhi harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri, terutama yang nonsubsidi.
Pada perdagangan Rabu (23/11/2022) harga minyak Brent tercatat US$85,41 per barel, turun 3,3%. Kemudian minyak light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) turun 3,7% menjadi US$77,49 per barel.
Negara-negara G7 menetapkan batas atas harga minyak Rusia di kisaran US$65-70 per barel, menurut seorang pejabat Eropa.
Sementara itu, minyak mentah Ural yang dikirim ke Eropa barat laut diperdagangkan sekitar US$62-63 per barel, meskipun lebih tinggi di wilayah Mediterania sekitar US$67-68 per barel.
Karena biaya produksi diperkirakan sekitar US$20 per barel, batasan ini masih akan menguntungkan bagi Rusia untuk menjual minyaknya dan dengan demikian mencegah kekurangan pasokan di pasar global.
Seorang pejabat senior Departemen Keuangan AS mengatakan pada hari Selasa bahwa batas harga dapat disesuaikan beberapa kali dalam setahun.
Berita itu menambah kekhawatiran tentang permintaan minyak Rusia dari importir minyak mentah utama cina, yang telah bergulat dengan lonjakan kasus Covid-19, dengan kebijakan ketat Shanghai pada Selasa malam.
Tekanan lebih lanjut datang dari prospek ekonomi OECD yang mengantisipasi perlambatan ekspansi ekonomi global tahun depan.
Di sisi lain, stok bensin AS naik 3,1 juta barel, menurut Administrasi Informasi Energi (EIA), jauh melebihi perkiraan kenaikan 383.000 barel yang diperkirakan analis.
“Kenaikan bensin sedikit mengejutkan,” kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures grup.
“Pasokan bensin yang meningkat menunjukkan bahwa kita mungkin melihat permintaan melemah atau bensin meningkat menjelang liburan.”
Data EIA juga menunjukkan penarikan persediaan minyak mentah sebesar 3,7 juta barel, dibandingkan dengan ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters untuk penurunan 1,1 juta barel.