

Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 telah ditetapkan sebesar 10%. Gubernur bahkan sudah mengumumkan besaran kenaikan UMP di daerah masing-masing.
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2023 tentang Penetapan Upah Minimum 2023 menetapkan kenaikan UMP maksimal 10% untuk tahun 2023.
Namun di sisi lain, Bank Indonesia (BI) mengingatkan agar UMP tidak dinaikkan terlalu tinggi karena persentase penetapan UMP 2023 yang tinggi akan memicu inflasi ke depan.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengingatkan agar kenaikan upah tenaga kerja tidak boleh terlalu tinggi karena kenaikan UMP merupakan salah satu penyebab naiknya inflasi. Sayangnya, dia tidak merinci berapa kenaikan upah yang ideal.
“Upah buruh jangan naik terlalu tinggi, sehingga (target inflasi 3% plus minus 1%) bisa terlaksana,” katanya saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR pekan lalu, dikutip Senin (28/11/ 2022).
Sementara itu, Perry sebelumnya menyatakan inflasi inti tahun depan memang cenderung naik, namun masih lebih rendah dari konsensus pasar. BI memproyeksikan inflasi inti pada triwulan I 2023 sebesar 3,7%. Sementara itu, inflasi inti pada akhir tahun ini akan mencapai 3,3%.
BI juga bertekad memastikan inflasi inti kembali ke target 3,0 ± 1% sebelumnya, yakni pada paruh pertama 2023.
Selanjutnya, inflasi utama Indonesia pada Oktober 2022 tercatat sebesar 5,71% (year ons year/yoy), turun dari 5,95% (YoY) pada bulan sebelumnya.
Meski realisasi inflasi Oktober 2022 berhasil ditekan di bawah perkiraan BI sebesar 6,1%, angka tersebut masih berada di atas target inflasi BI.
Sementara itu, BI dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Bank Indonesia (RATBI) 2023 memperkirakan inflasi akan turun ke level 3,61% tahun depan.
Di sisi lain, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) dia Fauziyah menjelaskan hal itu terkait kenaikan UMP 2023. Menurutnya, kondisi sosial ekonomi masyarakat di tanah air masih belum pulih akibat pandemi Covid-19. Hal ini ditambah dengan ketidakpastian perekonomian global yang menekan laju perekonomian nasional.
Berdasarkan pertimbangan itu, dia memahami bahwa struktur ekonomi Indonesia memberikan kontribusi paling besar terhadap konsumsi masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menjaga daya beli masyarakat. Sehingga perlu mengakomodasi perubahan perhitungan upah minimum tahun 2023.
Mempertimbangkan hal tersebut, lanjut dia, pemerintah mengambil kebijakan penyesuaian upah minimum tahun 2023. Dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat yang diwakili oleh variabel tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang diciptakan oleh indikator produktivitas dan perluasan lapangan kerja.
“Produktivitas dan perluasan kesempatan kerja merupakan dua indikator yang dipandang mewakili dua unsur, baik pekerja maupun buruh dan pengusaha,” ujarnya.
dia menjelaskan formula penetapan upah minimum adalah penjumlahan inflasi dan perkalian pertumbuhan ekonomi dengan alfa. Inflasi yang dimaksud pada tingkat provinsi dihitung sejak periode September tahun sebelumnya sampai dengan periode September tahun berjalan.
Sedangkan alfa merupakan indeks yang menggambarkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai tertentu, pada kisaran 0,10 – 0,30. Penentuan nilai alfa harus mempertimbangkan produktivitas dan perluasan kesempatan kerja.
Sebagai catatan, dengan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang sama-sama meningkat tahun ini, otomatis pengganda UMP akan meningkat. Hal ini juga yang membuat persentase kenaikan UMP lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Waspadai Efek Spiral
Kepala Ekonom BCA David Sumual khawatir jika UMP di atas 10% akan menimbulkan efek spiral harga upah atau efek spiral kenaikan upah terhadap harga.
Efek spiral upah-harga, kata David, sudah terjadi di Eropa. di mana inflasi sempat menyentuh 8% (year ons year/yoy) namun naik kembali menjadi 10% pada Oktober 2022.
di mana banyak sektor industri di beberapa negara di Eropa yang upah atau pendapatannya meningkat. Sehingga hal ini memicu kenaikan harga barang-barang di Eropa.
“Itulah yang ditambah inflasi naik di atas 10% lagi, itu juga terjadi pada tahun 1970-an, ada efek spiral harga upah, sehingga inflasi konstan, relatif tinggi selama bertahun-tahun,” jelas David kepada CNBC Indonesia, Senin (28/11). /2022).
Melansir situs resmi IMF, spiral upah-harga adalah istilah ekonomi yang menggambarkan fenomena kenaikan harga akibat kenaikan upah. Sehingga kenaikan upah, memicu kenaikan inflasi yang lebih tinggi.
Sebagai gambaran misalnya, ketika pekerja menerima kenaikan upah, maka permintaan barang dan jasa akan meningkat, dan pada gilirannya menyebabkan harga-harga naik.
Kenaikan upah pada akhirnya akan meningkatkan biaya produksi yang akan
l diteruskan ke konsumen sebagai harga yang lebih tinggi.
Jika inflasi kembali naik di Indonesia, ada risiko suku bunga acuan Bank In
Indonesia (BI) juga ngeri.
Kenaikan suku bunga acuan bank sentral akan berdampak pada masyarakat Indonesia, mulai dari kenaikan biaya pinjaman usaha hingga penurunan penciptaan lapangan kerja.
Pada pengumuman Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 16-17 November, diputuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 5,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 6,00%.
“Kalau inflasi naik lagi, tekanan BI untuk menurunkan inflasi akan lebih besar, kalau bisa dikendalikan mudah-mudahan kenaikan suku bunga tidak terlalu signifikan ke depan,” jelas David.
Menurut David, kenaikan UMP 10% tidak akan berdampak besar pada perekonomian nasional dan inflasi. Kenaikan UMP tahun depan diperkirakan hanya menyumbang 0,1% terhadap inflasi nasional.
Sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi, kenaikan UMP sebesar 10% pada tahun 2023 juga hampir tidak berdampak, karena kenaikan UMP dipandang sebagai langkah pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat, di tengah inflasi yang masih tinggi di angka 5,7%. (YoY) per Oktober 2022.
“Dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi kebanyakan hanya menjaga daya beli saya, jadi tidak menambah pertumbuhan sebenarnya. Hanya menjaga daya beli,” jelas David.
“Jadi sebenarnya (kenaikan UMP maksimal 10%) tidak terlalu menambah pertumbuhan ekonomi, malah tidak berdampak apa-apa,” kata David lagi.