

Amerika Serikat (AS) sedang dihantui oleh PHK massal. Pasalnya, tahun depan negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia itu diperkirakan akan mengalami resesi.
Perampingan organisasi adalah alasan utama PHK. Kondisi saat ini bahkan lebih parah dari krisis keuangan yang melanda Amerika pada tahun 2008 – 2009, khususnya di bidang teknologi.
Pada tahun 2008, total PHK di sektor teknologi mencapai 65.000. Setahun kemudian, PHK juga terjadi dengan jumlah yang kurang lebih sama, berdasarkan data perusahaan Challenger, Gray & Christmas, dikutip Business Insider India, Minggu (18/12/2022).
Sementara tahun ini, jumlah PHK massal di sektor teknologi AS mencapai 150.000 pekerja.
Perusahaan-perusahaan besar seperti Meta, Twitter, Cisco, Amazon, HP, dan banyak lagi semuanya melakukan PHK. Menurut laporan tersebut, 965 perusahaan teknologi telah melakukan PHK tahun ini.
Kondisi ini diperkirakan akan terus berlanjut pada tahun depan, tidak hanya di sektor teknologi.
Efek kenaikan suku bunga yang sangat agresif oleh bank sentral Amerika Serikat (The Fed) akan terasa pada tahun depan. Hanya dalam waktu 10 bulan, The Fed menaikkan suku bunga sebesar 425 basis poin menjadi 4,25% – 4,5%, level tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Tujuannya untuk menekan inflasi yang sangat tinggi.
The Fed masih berencana menaikkan suku bunga hingga kisaran 5% – 5,25%.
Dengan suku bunga tinggi, inflasi akan turun. Namun tidak sesederhana itu tentunya ada pengorbanan yaitu pertumbuhan ekonomi. dia tidak akan tumbuh tetapi akan mengalami kontraksi yang cukup lama sehingga disebut resesi.
Ketika resesi terjadi, aktivitas bisnis pasti akan menurun, dan PHK tidak bisa dihindari.
“Berita buruknya adalah pada tahun 2023, proses pengetatan moneter akan berdampak pada perekonomian,” kata ekonom Bank of America Savita Subramanian, seperti dilansir Business Insider.
Raksasa perbankan AS Goldman Sachs berencana memangkas 8% karyawannya pada Januari 2023.
CNBC International mengutip sumber terkait melaporkan PHK akan terjadi di semua divisi dengan total sekitar 4.000 karyawan.
Perusahaan lain juga diperkirakan akan menyusul.
“Banyak perusahaan harus menyesuaikan kembali organisasi mereka, bukan hanya Goldman. Perusahaan mempekerjakan terlalu banyak karyawan, dan sekarang mereka memberhentikan banyak dari mereka,” kata Mike Karp, CEO dari Options grup, seperti dilansir CNBC International , Minggu (18/12) /2022)
SUMBER : CNBC INDONESIA