

Keputusan impor atau tidak impor beras akan diputuskan pekan depan. Pasalnya, Perum Bulog hanya memiliki waktu 6 hari kerja sejak Rabu (23/11/2022) untuk pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) sebanyak 600 ribu ton.
“Saat ini Indonesia membutuhkan tambahan stok cadangan beras untuk intervensi pasar dan mengantisipasi kondisi yang tidak terduga seperti bencana,” kata Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dikutip Kamis (24/11/2022).
Hingga akhir 2022, kata dia, Bulog harus menambah stok menjadi 1,2 juta ton. Mampu menjamin stabilitas harga dan mengamankan kebutuhan masyarakat dalam keadaan darurat.
Per 22 November 2022, Bulog tercatat memiliki stok beras sebanyak 594 ton, dalam bentuk beras medium (CBP) dan premium (komersial).
“Kalau tidak top up, stok Bulog akan terus turun hingga akhir tahun menjadi 342.801 ton. Dan ini sangat berbahaya karena Bulog tidak bisa mengintervensi saat kondisi tertentu terjadi. Harga tinggi atau ada merupakan kejadian luar biasa (KLB) seperti di Cianjur,” kata Arief.
Karena itu, Komisi IV DPR memerintahkan percepatan pengadaan cadangan beras dalam negeri. Hal tersebut diputuskan sebagai kesimpulan dari Rapat Dengar Pendapat Bersama (RDP) Eselon I Kementerian Pertanian (Kementan), Kepala Badan Panas, Direktur Utama Perum Bulog, dan Direktur Utama Food Holding ID Food, Rabu (23/11/ 2022)
“Komisi IV DPR RI meminta pemerintah cq Kementerian Pertanian (Kementan) untuk memenuhi kebutuhan beras nasional. Lebih lanjut, Kementan menyatakan mampu memenuhi kebutuhan cadangan beras dalam negeri dari produksi dalam negeri. sebanyak 600 ribu ton yang akan dibeli oleh Perum Bulog dengan harga komersial dalam waktu 6 hari sejak Rapat Dengar Pendapat hari ini,” kata Ketua Komisi IV DPR Sudin membacakan kesimpulan RDP poin 2.
“Jika dalam waktu 6 hari sejak Rapat Dengar Pendapat hari ini tidak terpenuhi, maka data yang diyakini dari Kementan tidak valid,” imbuhnya.
Arief juga mengingatkan agar penyerapan dilakukan secara hati-hati. Bepause, itu akan memicu kenaikan harga lagi di pasar.
“Kalau harga di hilir tinggi, inflasi juga tinggi. Kalau inflasi tinggi, maka itu tidak sesuai dengan perintah Presiden. Proses penyerapan ini akan dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menjaga keseimbangan harga,” ujarnya.
“Kalau sangat mendesak dan tidak ada pilihan lain, akan dipertimbangkan opsi pengadaan dari luar negeri,” ujarnya.
Disinggung soal jadwal realisasi impor beras, Arief enggan mengonfirmasi.
“Kami menunggu realisasi hasil RDP,” kata Arief.
‘Salahkan Pak Jokowi’
Dalam pertemuan itu, Kementerian Pertanian dan Bulog memperdebatkan data beras yang tersedia di pasar.
Direktur Utama Bulog Budi Waseso mengatakan rapat koordinasi memerintahkan Bulog untuk pengadaan 1-1,2 juta ton beras CBP. Dan dalam rapat itu, kata dia, Kementerian Pertanian sepakat dan menyatakan tersedia 500 ribu ton beras di penggilingan padi.
“Namun kami cek ke lapangan. Sudah 2 kali, nyanyi saja 3 kali. Jangan main-main dengan nasi ini, kebutuhan sembako,” kata Buwas.
Komisi IV kemudian mempertanyakan Kementerian Pertanian terkait stok beras di pasar. seperti disampaikan Kementerian Pertanian, harga dan spesifikasi yang diminta Bulog menjadi kendala penyerapan.
Namun, pernyataan Kementerian Pertanian itu dibantah Badanan.
“Bulog sudah membeli beras komersial bahkan Rp 10.200 per kg. Untuk mengisi CBP. Oleh karena itu, porsi beras komersial di stok Bulog kini bertambah,” kata Arief.
Perdebatan itu kemudian memicu kemarahan Komisi IV DPR.
“Punten Pak Sekjen (Sekjen Kementan), Bulog butuh 600 ribu ton jadi tidak impor, bisa disiapkan tidak?” ujar Anggota Komisi IV DPR RI Slamet.
“Kita bisa menyiapkannya,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono.
“Ya,” tanya Slamet dan Kasdi setuju.
Ketua Komisi IV DPR Sudin kemudian mempertanyakan apa akibatnya jika tidak ada beras yang dijanjikan Kementerian Pertanian.
“Ini forum publik, ada legalitasnya, ada risalah rapatnya. Kalau Kementan menyetujui rapat ini dan tidak jadi, tinggal salahkan Pak Jokowi saja, gampang,” ujar Slamet.
“Saya tidak membenci Pak Jokowi seperti ini, tetapi ini memastikan bahwa pemerintah punya satu data, tetapi ini berbeda. Sementara Kementan setuju. mengapa harus ngotot impor? Apanya yang salah?” kata Slamet.