The Fed Bakal ‘Jinak-jinak Merpati’ di 2023, BI bagaimana Ya?

Bank Indonesia
Bank Indonesia
Bank Indonesia

Kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed) diperkirakan akan lebih ‘jinak’ pada tahun depan, meskipun kenaikan Fed Fund Rate (FFR) terus berlanjut. Langkah The Fed ini akan meringankan beban pasar berkembang, termasuk Indonesia.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengungkapkan The Fed akan mulai melonggarkan kenaikan FFR pada pertemuan FOMC 22 Desember 2022 karena inflasi telah menunjukkan tanda-tanda penurunan.

“Ini menunjukkan upaya untuk memerangi inflasi terpanas dalam empat dekade mulai membuahkan hasil,” ujarnya dalam catatan, Kamis (15/12/2022).

Bacaan Lainnya

Inflasi AS turun selama lima bulan berturut-turut, mendingin dari 9,1% year-ons-year (yoy) pada Juni 2022, level tertinggi sejak November 1981, menjadi 7,1% yoy pada November 2022. Ini adalah level terendah sejak Desember 2021.

Namun, Bank Mandiri melihat bahwa inflasi AS masih jauh di atas target 2% untuk jangka waktu yang lebih lama, sehingga kondisi ini masih mengharuskan The Fed untuk terus menaikkan FFR ke depan meskipun kenaikan suku bunga diperkirakan akan makin kecil.

“The Fed mungkin akan terus meningkatkan FFR di semester I-2023 dan menahannya di semester 2-2023 sambil tetap memperhatikan inflasi. Hal ini sejalan dengan sinyal yang diberikan oleh The Fed bahwa akan ada lebih banyak kenaikan suku bunga dan FFR akan tetap terbatas untuk beberapa waktu,” papar Andry.

Dia menambahkan The Fed membutuhkan lebih banyak bukti untuk memberikan keyakinan bahwa inflasi berada pada jalur penurunan yang berkelanjutan. Meskipun inflasi sudah terlihat memuncak, melihat lima siklus suku bunga kebijakan terakhir, tetapi rata-rata inflasi tinggi bertahan pada suku bunga puncak FFR selama 11 bulan.

Andry mengingatkan bahwa pergeseran kenaikan suku bunga yang kurang agresif oleh The Fed pada 22 Desember FOMC awalnya diharapkan dapat memberikan sentimen positif ke pasar keuangan di pasar negara berkembang (EMs).

“Namun, FFR tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama atau sikap moneter yang tetap hawkish pada tahun 2023 telah kembali memicu ketakutan akan risiko resesi global tahun depan, memperpanjang ketidakpastian, dan memberikan rintangan untuk arus masuk dan tekanan untuk mata uang di negara-negara berkembang,” ujarnya.

Terkait dengan pengaruhnya terhadap ekonomi Indonesia, Andry menilai fundamental ekonomi yang kokoh mungkin sedikit banyak meredupkan sentimen negatif, tetapi kehati-hatian tetap ada, terutama dalam jangka pendek.

Mengenai dampaknya pada kebijakan Bank Indonesia (BI), Andry mengatakan pihaknya memperkirakan BI akan mengikuti perlambatan kenaikan BI-7DRRR.

“Secara keseluruhan, kami memperkirakan BI-7DRRR akan meningkat menjadi 5,50% pada akhir tahun 2022 dan selanjutnya meningkat menjadi 5,75% pada tahun 2023 karena inflasi tahunan diperkirakan akan tetap berada di atas kisaran target inflasi 2 – 4%, dan bergerak sekitar 5-6% yoy hingga semester 1-2023,” tegasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *