

Demonstrasi memprotes penembakan komunitas etnis Kurdi di Paris, Prancis, berubah menjadi kekerasan pada Jumat (23/12).
Demonstrasi berlangsung di sekitar Kurdish Center dan dihadiri oleh ratusan warga Kurdi untuk memprotes penembakan yang diduga bermotif rasisme. Demonstrasi diwarnai dengan bentrokan antara pendemo dan aparat keamanan yang diakhiri dengan lemparan batu dan pembakaran tong sampah.
Polisi terpaksa menggunakan gas air mata untuk memadamkan aksi massa tersebut. Polisi mengatakan 11 petugas terluka dalam bentrokan itu.
Demonstrasi terjadi sebagai bentuk protes setelah seorang pria berusia 69 tahun menembaki sekelompok orang di pusat Ahmet-Kaya di Rue d’Enghien Jumat dini hari. Ini adalah pusat budaya Kurdi di prancis.
Akibat penembakan ini, tiga warga Kurdi tewas dan tiga lainnya luka berat.
Melansir The Guardian, pemerintah Prancis menduga penembakan di pusat budaya Kurdi ini bermotif rasial. Padahal, Jaksa Penuntut Paris Laura Beccuau mengungkapkan belum menemukan bukti bahwa pelaku terkait dengan gerakan ideologi ekstrem.
“Tidak ada bukti pada tahap ini untuk menghubungkan [tersangka] dengan gerakan ideologis ekstremis mana pun,” katanya.
Meski begitu, Beccuau mengungkapkan, tersangka pernah divonis polisi atas kasus penyerangan dan kepemilikan senjata ilegal pada 2016 dan 2017.
Beberapa menit setelah penembakan terjadi, polisi langsung menyita senjata tersangka. Pria itu juga menderita luka di wajah dan dibawa ke rumah sakit.
Laura menjelaskan, identitas penembak adalah pensiunan kondektur kereta api. Tersangka dibebaskan dari penjara pada 12 Desember setelah menjalani satu tahun penahanan pra-sidang.
Media Prancis mengatakan dia sedang menunggu persidangan atas serangan terhadap penduduk migran.
Menurut sumber polisi yang tidak disebutkan namanya, motif penembakan itu adalah “ketidaksukaan terhadap Kurdi.”
Namun, Menteri Dalam Negeri Prancis Gérald Darmanin meyakini bahwa penembakan tersebut tidak secara khusus menyasar komunitas Kurdi, melainkan orang asing pada umumnya. Hingga kini motifnya masih didalami.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengutuk insiden itu di akun Twitter-nya dan mengatakan Kurdi Prancis telah menjadi sasaran serangan keji di jantung kota Paris.
Sementara itu, juru bicara Kurdish Center, Agit Polat, menyebut pemerintah Prancis kembali gagal melindungi warganya, termasuk kelompok imigran.
“(Pemerintah) sekali lagi gagal melindungi kami. Bagi kami, ini adalah serangan teroris,” katanya.
Penembakan di Pusat Kurdi bukanlah yang pertama kali terjadi.
Pada Januari 2013, tiga aktivis perempuan Kurdi, termasuk Sakine Cansız, pendiri Partai Pekerja Kurdistan (PKK), ditembak mati di sekitar Pusat Kurdi.
Tersangka pembunuh mereka, Ömer Güney, warga negara Turki, meninggal karena tumor otak di rumah sakit Paris pada tahun 2016 sebelum diadili.
SUMBER : CNN INDONESIA