

Indonesia menyayangkan sikap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang terburu-buru mengkritisi hingga “menegur” Jakarta terkait KUHP baru yang kontroversial.
Banyak badan hak asasi manusia (HAM) PBB menganggap KUHP baru Indonesia sarat dengan pasal-pasal yang mengancam kebebasan berekspresi, dan nilai-nilai demokrasi, serta penegakan hak asasi manusia. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah, mengatakan pihaknya bahkan sudah memanggil perwakilan PBB di Jakarta terkait masukan dari PBB terkait KUHP.
“Terkait pernyataan perwakilan PBB di Indonesia, Kemlu memang sudah dipanggil pagi ini,” kata Juru Bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah, dalam jumpa pers terkait KUHP, Senin (12/12). .
“mengapa kita nelpon? Karena ini salah satu hubungan dalam diplomasi, ada baiknya etiket yang berlaku adalah dalam interaksi perwakilan asing atau PBB di suatu negara ada jalur komunikasi untuk membahas berbagai isu. Jadi kita tidak menggunakan media massa sebagai alat untuk menyampaikan satu hal yang belum terverifikasi,” terangnya lagi.
Faizasyah mengatakan, PBB jangan terburu-buru menyatakan sebelum mendapat informasi yang jelas.
“Bagus, sudah sepantasnya perwakilan asing, termasuk PBB, tidak terburu-buru menyatakan sebelum mendapat informasi yang jelas,” ucapnya lagi.
“Kesempatan untuk bertemu dengan Kemlu merupakan kesempatan bagi mereka sebagai perwakilan diplomatik untuk menyampaikan pandangannya dan akan kami jawab. Ada norma sepatu yang harus dibawa oleh perwakilan di suatu negara,” kata Faizasyah.
DPR RI akhirnya mengesahkan KUHP baru pada Selasa pekan lalu. Meski undang-undang baru ini hanya akan berlaku selama tiga tahun, banyak pihak, termasuk organisasi internasional dan aktivis HAM, mengecam keras KUHP. Diantaranya pasal larangan berhubungan seks di luar nikah, kumpul kerbau, atau kumpul kerbau, larangan menghina presiden, dan lembaga negara lainnya.
Salah satu kritik keras adalah PBB. Selain mengkritik, PBB bahkan telah mengirimkan surat berisi keprihatinan dan masukan kepada Indonesia terkait RKUHP pada akhir November sebelum DPR RI mengesahkannya menjadi undang-undang.
“PBB khawatir beberapa pasal dalam revisi KUHP bertentangan dengan kewajiban hukum internasional Indonesia terkait hak asasi manusia,” menurut PBB.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej mengaku telah menerima surat PBB tersebut. Namun, dia mengatakan surat itu terlambat.
“Surat kami terima pada 25 November 2022, dan itu bukan ke pemerintah tetapi ke Komisi III DPR,” kata Omat dalam jumpa pers yang sama.
Lebih lanjut, Edward menjelaskan bahwa sehari sebelum menerima surat tersebut, KUHP sudah mendapat pengesahan tingkat pertama.
“Surat sampai tanggal 25, persetujuan tingkat pertama sudah diambil 24 November. Jadi, ya sudah terlambat,” kata Edward.
Dia juga mengatakan dalam suratnya bahwa PBB telah menawarkan bantuan, terutama pada pasal-pasal yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi dan isu-isu hak asasi manusia.
Selain itu, Edward mengatakan pemerintah Indonesia telah menerima masukan dari berbagai masyarakat.