

Kabul –
Seorang pria yang dinyatakan bersalah atas pembunuhan telah ditembak mati oleh ayah korbannya dalam eksekusi publik pertama sejak Taliban kembali berkuasa di Afganistan.
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan pria itu tewas di stadion olahraga yang penuh sesak di Provinsi Farah, di wilayah barat daya Afganistan.
Ayah korban menembak pria itu tiga kali selama eksekusi.
Lusinan pejabat tinggi Taliban menghadiri eksekusi tersebut.
Eksekusi dilakukan beberapa minggu setelah hakim di negara itu diperintahkan untuk menegakkan hukum syariat secara penuh.
Pemimpin tertinggi Taliban, Haibatullah Akhundzada, mengeluarkan keputusan bulan lalu yang memerintahkan hakim untuk menjatuhkan hukuman mulai dari eksekusi publik, amputasi hingga rajam.
Namun jenis kejahatan dan hukuman belum ditentukan secara formal oleh Taliban.
Beberapa hukuman cambuk di depan umum juga telah dilakukan baru-baru ini, termasuk belasan orang di provinsi Logar bulan lalu, yang menandai pertama kalinya Taliban melakukan eksekusi di depan umum.
Menurut Mujahid, eksekusi dihadiri banyak hakim, personel militer, dan menteri senior, termasuk menteri kehakiman, menteri luar negeri, dan menteri dalam negeri.
Mohammed Khaled Hanafi, Menteri Kebaikan dan Kebajikan yang ditugaskan untuk menegakkan hukum Islam yang ketat dari Taliban, juga hadir dalam eksekusi tersebut.
tetapi Perdana Menteri Hasan Akhund tidak hadir, menurut pernyataan itu.
Menurut Taliban, pria yang dieksekusi bernama Tajmir, putra Ghulam Sarwar dan penduduk provinsi Herat.
Tajmir menikam seorang pria bernama Mustafa sekitar lima tahun lalu.
Dia kemudian dihukum oleh tiga pengadilan Taliban dan hukumannya disetujui oleh pemimpin Taliban, Mullah Akhundzada.
Sebelum eksekusi dilakukan, Taliban mengumumkan agendanya kepada publik dan “meminta semua orang untuk bergabung dengan kami di lapangan olahraga.
Ibu korban pembunuhan mengatakan kepada BBC bahwa para pemimpin Taliban telah memintanya untuk mengampuni pelaku, tetapi dia bersikeras untuk mengeksekusinya.
“Taliban mendatangi saya dan memohon agar saya memaafkan orang-orang kafir ini,” katanya.
“Mereka mendesak saya untuk memaafkan pria ini demi Tuhan, tetapi saya mengatakan kepada mereka bahwa pria ini harus dieksekusi dan dikuburkan seperti yang dia lakukan pada anak saya.”
“Ini bisa menjadi pelajaran bagi yang lain,” tambah sang ibu.
“Jika dia tidak dieksekusi, dia akan melakukan kejahatan lain pada masa depan.”
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengungkapkan “keprihatinan yang mendalam tentang eksekusi tersebut,” menurut juru bicara Stephanie Tremblay.
“Kami menyerukan kembalinya moratorium hukuman mati” di Afganistan, kata Tremblay.
Selama pemerintahan Taliban dari tahun 1996-2001, Taliban dikritik karena sering melakukan eksekusi publik, termasuk eksekusi yang dilakukan di stadion nasional di Kabul.
Taliban sebelumnya bersumpah bahwa mereka tidak akan mengulangi penindasan brutal terhadap perempuan.
Namun sejak mereka merebut kembali kekuasaan, kebebasan perempuan sangat dibatasi dan banyak perempuan dipukuli karena menuntut hak mereka.
Saat ini, tidak ada negara yang mengakui pemerintah Taliban dan Bank Dunia telah menahan dana US$600 juta (Rp 9,3 triliun) setelah Taliban melarang anak perempuan kembali ke sekolah menengah.
AS juga telah membekukan dana miliaran dolar yang disimpan oleh bank sentral Afganistan di rekening-rekening di seluruh dunia.