

Revisi RKUHP yang baru disahkan DPR dan pemerintah dalam rapat paripurna Selasa (6/12) sore, menjadi undang-undang yang menuai penolakan.
Tidak hanya di Jakarta, aksi penolakan RKUHP yang memuat banyak pasal bermasalah karena berisiko kriminalisasi dan mengancam kebebasan sipil ini juga terjadi di berbagai daerah lain di Indonesia.
Mereka yang menolak RKUHP umumnya merasa banyak pasal yang bermasalah. Selain itu, mereka juga menilai pemerintah dan DPR kurang terbuka dalam proses pembahasan.
Berikut rangkuman aksi penolakan RKUHP yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia Selasa lalu.
Aceh
Di Aceh, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) membentangkan spanduk besar di depan kantor DPRD. “Aksi ini merupakan bentuk penolakan kami para jurnalis Aceh terhadap pengesahan RKUHP oleh DPR RI,” kata Ketua AJI Banda Aceh Juli Amin, Selasa (6/12).
Juli Amin mengatakan, berdasarkan hasil kajian yang dilakukan AJI di seluruh Indonesia terhadap RKUHP, 17 pasal dinilai melanggar kebebasan pers. Jika aturan ini berlaku, pekerja pers juga akan terkena dampaknya
“Makanya kami menuntut DPR dan pemerintah mencabut pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP yang berpotensi menertibkan kerja jurnalistik dan mengkriminalkan jurnalis,” ujarnya. Surabaya
Koalisi Masyarakat Sipil Jawa Timur menggelar lelang senyap dan membagikan stiker peringatan #All-Can-Kena kepada masyarakat.
Mereka mengingatkan masyarakat bahwa revisi RKUHP yang diajukan pemerintah dan dibahas dengan DPR ke depan bisa menyasar siapa saja.
Aksi koalisi yang terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, dan unsur mahasiswa itu mereka lakukan di perempatan yang menghubungkan Jalan Mayjen Dr. Moestopo, Jalan Dharmawangsa, Jalan Add Boyo , dan Jalan Petojo, Surabaya. Habibus Salihin, perwakilan demonstran yang juga pengacara publik LBH Surabaya, mengaku merasa dimanipulasi oleh DPR dan pemerintah.
“Kita sudah cukup di-bully oleh pemerintah, dalam beberapa tahun terakhir mulai dari UU KPK, Omnibuslaw UU Cipta Kerja, hingga RKUHP yang baru, DPR, dan Pemerintah selalu menjawab, tolong Bawa MK bersama kami,” kata Habibus di sela-sela aksi.
Sejumlah aktivis di Bali berkumpul dan menggelar aksi unjuk rasa di depan Monumen Bajra Sandhi, Renon, Denpasar, Bali, Selasa (6/12).
Para aktivis tersebut terdiri dari Organisasi Gerakan Mahasiswa Front Demokrasi Rakyat Bali, bersama Komite Kerja Advokasi Lingkungan (Kekal) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali.
“Kami menuntut Gubernur Bali dan DPRD Bali menyurati DPR RI secara kelembagaan untuk mencabut semua pasal karet karena mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat,” kata Anak Agung Gede Surya Santana selaku Sekjen Perbatasan Bali.
Makasar
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menilai pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP) menjadi undang-undang oleh DPR tidak demokratis.
LBH Makassar menilai banyak pasal yang mengkriminalkan kebebasan berekspresi. Padahal kebebasan berpendapat sangat penting dalam demokrasi.
“Terkait proses RKUHP, selama ini proses penyusunannya sendiri tidak demokratis, disahkan tanpa mempertimbangkan masukan dari masyarakat sipil,” kata Direktur LBH Haedir kepada CNNIndonesia.com, Selasa (6/12).