Jokowi geram pada kepala daerah, Ganjar menyalahkan Sri Mulyani

Jokowi geram pada kepala daerah, Ganjar menyalahkan Sri Mulyani
Jokowi geram pada kepala daerah, Ganjar menyalahkan Sri Mulyani
Jokowi geram pada kepala daerah, Ganjar menyalahkan Sri Mulyani

Jakarta, CNBC Indonesia – Kepala daerah akhirnya buka suara setelah ditegur lagi oleh Presiden Joko Widodo yang hanya menyimpan dana daerah di perbankan. Jokowi mencatat total dana daerah yang mengendap di perbankan hingga akhir tahun 2022 sebesar Rp 123 triliun.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menilai dana yang mengendap di bank tidak mencerminkan data sebenarnya. Sebab, kata dia, data yang digunakan pemerintah pusat hanya berasal dari Bank Indonesia.

Masalahnya, menteri keuangan selalu menggunakan data dari BI. Itu tidak adil, maaf. Saya sudah komunikasi dengan Kemenkeu, dan saran saya datanya real, duduk, komunikasikan dengan kami,” kata Ganjar saat ditemui di kawasan Sentul, Bogor, Selasa (17/1/2023).
Lanjutnya, daerah-daerah sudah memiliki data kas digitalnya. Sehingga ketika pemerintah pusat ingin mengetahui data dari sisi daerah, pihaknya mengklaim daerah juga siap memberikan informasi.

Bacaan Lainnya

“Kita buat sistem digitalisasi untuk Jateng. Kalau dibilang Kemenkeu butuh, Kemendagri butuh, kita kasih yang real,” kata Ganjar.

Diakui Ganjar, memang masih ada dana yang perlu disetorkan saat ini, terutama untuk mengantisipasi pemilihan kepala daerah (pilkada) untuk membayar pelayanan kesehatan di rumah sakit yang belum terserap maksimal pada 2022.

“Uang itu harus kita simpan untuk pilkada, habis. Kedua, kemarin ada masalah pembayaran pelayanan kesehatan rumah sakit tahun 2022 relatif tidak terserap dengan baik karena
Dan itu tidak bisa digunakan di daerah, akhirnya kita gunakan di akhir tahun karena harus menunggu APBD berubah, macet. Solusinya Kemendagri atau Kemenkeu jangan asal mengeluarkan saja,” kata Ganjar
pada Desember 2021,” katanya
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Indonesia (Apeksi) Bima Arya Sugiarto yang juga Wali Kota Bogor menambahkan, permasalahan lambatnya penyerapan anggaran di daerah dipicu lambatnya penerbitan juknis dan petunjuk pelaksanaan dari pusat.

“Kalau anggaran datang, DAK, dan DAU, terlambat, serta juklak dan juknisnya terlambat, sehingga tidak terserap. Masalah ini harus dikembalikan ke pemerintah pusat. Dana yang tertahan di bank karena daerah Banyak juga kasus karena pusat terlambat mentransfer dana ke daerah,” ujarnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *