

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan geram dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang kerap dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Luhut menyebut OTT membuat Indonesia terlihat jelek. dia tidak ingin Indonesia dikenal dunia internasional sebagai negara yang sering melakukan OTT.
Luhut juga mengklaim bahwa operasi senyap untuk menangkap koruptor ini tidak ada di negara maju.
“Ini membangun ekosistem kita sebagai negara, agar negara ini tidak menjadi negara drama karena suka melihat orang di OTT,” kata Luhut, Rabu (28/12).
Pernyataan Luhut mendapat kecaman keras dari banyak pakar hukum dan aktivis antikorupsi. Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman menyebut pernyataan Luhut kontraproduktif dalam upaya pemberantasan korupsi.
“Menurut saya, itu tidak tepat dan bernada kontraproduktif dalam pemberantasan korupsi,” kata Zaenur kepada CNNIndonesia.com, Kamis (29/12).
Zaenur menilai Luhut terkesan meremehkan kontribusi OTT dalam upaya pemberantasan korupsi. Menurutnya, OTT wajib dilakukan jika penegak hukum menemukan tindak pidana korupsi.
“Artinya, OTT bukan pilihan tetapi keharusan,” ujarnya.
Zaenur mengatakan tidak tepat Luhut menentang penindakan dan pencegahan dalam pemberantasan korupsi. dia mengatakan penegakan dan pencegahan seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
“Pencegahan dan penindakan harus satu napas yang tidak bisa dipisahkan. Termasuk, penindakan belaka tanpa pencegahan juga tidak akan efektif,” ujarnya.
Luhut mengintervensi independensi KPK
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Susi Dwi Harijanti, khawatir pernyataan tersebut dapat mengganggu independensi KPK dalam memberantas korupsi.
“Pernyataan pejabat dari cabang kekuasaan lain dikhawatirkan dapat mengganggu independensi KPK sebagai aparat penegak hukum,” kata Susi kepada CNNIndonesia.com.
Menurut Susi, KPK harus independen dan bebas dari pengaruh pihak mana pun dalam menjalankan tugasnya.
Pasca reformasi, Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga independen yang dibentuk untuk menindak tegas para koruptor.
Susi mengatakan OTT merupakan upaya pembersihan KPK agar kerugian negara akibat korupsi dapat diselesaikan dan KPK memiliki fungsi utama melakukan tindakan represif korupsi, salah satunya OTT.
Susi mengatakan korupsi merupakan kejahatan luar biasa, sehingga harus ditangani secara luar biasa, salah satunya dengan OTT.
“Korupsi dinyatakan sebagai kejahatan luar biasa. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah luar biasa untuk memberantas korupsi yang tetap tunduk pada prinsip negara hukum,” kata Susi.
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Padang menilai ada keresahan di kalangan pejabat terkait OTT KPK. Ferry menyebut para pejabat tersebut melihat OTT sebagai ancaman bagi kepentingan mereka.
“Para pejabat melihat ini tentu saja sebagai ancaman terhadap berbagai kepentingan mereka,” kata Ferry.
Feri menjelaskan, OTT yang kerap dilakukan KPK memiliki dua fungsi, yakni penindakan dan pencegahan korupsi.
dia tetap meyakini bahwa OTT merupakan upaya pencegahan terbaik dalam pemberantasan korupsi. Namun, Feri pesimistis Ketua KPK Firli Bahuri dan Cs menindak korupsi.
“OTT itu bagian dari penindakan, yaitu upaya pencegahan yang terbaik. Jadi penindakan adalah pencegahan itu sendiri dan pencegahan adalah penindakan,” ujarnya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Laola Ester menilai pernyataan Luhut tidak relevan. Laola menyebut masalah utama bukan terletak pada OTT, melainkan pada korupsi yang masih marak terjadi.
“Pencegahan bukan hanya tugas KPK atau aparat penegak hukum, tetapi semua kementerian dan lembaga juga memiliki tanggung jawab pencegahan, dan jika masih ada OTT, berarti pencegahan tidak berjalan dan pencegahan menjadi tanggung jawab pemerintah. “ucap laola.
Loala kaget dengan pernyataan Luhut soal OTT. Menurut dia, Luhut secara tidak langsung menuding dirinya sendiri karena gagal mencegah korupsi.
“Jadi kalau Luhut bilang begitu, secara tidak langsung dia juga menunjukkan gagal mencegah korupsi karena intinya kalau berhasil dicegah ya tidak ada OTT,” ujarnya.
Luhut mendorong sistem pencegahan
Juru bicara Luhut, Jodi Mahardi meminta semua pihak melihat konteks lebih luas dari pernyataan Luhut terkait OTT. Dia mengatakan Luhut ingin mendorong perbaikan sistem untuk mencegah korupsi.
“Pak Luhut berbicara dalam konteks itu adalah mendorong upaya pencegahan dan pembenahan sistem, seperti yang dilakukan oleh KPK maupun melalui program Stranas PK yang digalakkan oleh Deputi Bidang Pencegahan Pemberantasan Korupsi.
Komisi. Upaya ini harus didorong lebih masif,” kata Jodi.
Jodi mengatakan, jika masih banyak OTT, berarti pencegahan korupsi harus lebih cepat digenjot. Menurutnya, pola sistematis melalui
UI meningkatkan sistem dengan digitalisasi seperti Simbara, dan e-Catalog serta meningkatkan sistem integrasi IT di pelabuhan diharapkan mampu mencegah perilaku koruptif.
“Kalau sistemnya bisa dibenahi, itu lebih baik lagi, agar masyarakat tidak terjerumus,” ujarnya.
Penindakan OTT KPK dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan trend menurun. Meski OTT yang dilakukan tahun ini meningkat dua kali lipat dari tahun 2021, namun angka tersebut belum mampu melampaui capaian era komisaris sebelumnya.
Pada tahun 2019, KPK mampu melakukan OTT hingga 21 kali. Sedangkan pada tahun 2018, KPK berhasil menetapkan 108 orang sebagai tersangka melalui 28 OTT.
SUMBER : CNN INDONESIA