

Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan angkat bicara soal pandangan publik terhadap dirinya. Luhut mengaku selalu dipandang sebagai orang hebat, meski tak berdaya di mata Tuhan.
Hal itu disampaikan Luhut saat memberikan sambutan pada Ibadah Syukuran Awal Tahun di Pusat Huria Kristen Protestan Batak (HKBP). Luhut awalnya menyinggung saat dia tidak bisa menyelamatkan temannya yang meninggal karena COVID-19. Padahal dia sering dianggap sebagai orang yang hebat di mata masyarakat.
“Saya sedih teman saya, Mayjen, dekat dengan saya ketika saya menjadi teruna. Saya tidak bisa membantu ketika (terpapar) COVID-19, dia meninggal. Saya tahu saya sepertinya terbatas juga, itu hebatnya Saya bilang orang. tetapi saya tidak berdaya melawan kekuasaan Tuhan,” kata Luhut yang ditayangkan melalui kanal YouTube Huria Kristen Batak Protestan, Minggu (8/1/2023).
Luhut kemudian mengajak semua pihak untuk merenung sejenak. Dia memperingatkan saya untuk tidak membiarkan posisi tinggi membuat kepala besar.
“Jadi jangan pernah berpikir bahwa kamu berkuasa, kami bukan siapa-siapa, ada cerminan dirimu, pikirkan tentang dirimu. Segala sesuatu di bawah langit ini ada waktunya. Kita harus berpegang pada itu, jangan hanya berpikir pangkatmu tinggi, kamu pikir kamu akan selamanya, tidak semua yang ada di langit ini ada waktunya, saat kamu lahir, besar, sakit, dan akhirnya kembali ke pencipta yang Mahakuasa,” jelasnya.
Luhut kemudian menjelaskan pertimbangan Presiden Joko Widodo mencabut kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Pasalnya, tingkat kekebalan atau antibodi pada masyarakat Indonesia mencapai 98,5%.
“mengapa presiden berani memutuskan kemarin, kami usulkan presiden bisa mencabut secara resmi (PPKM) karena kekebalan atau antibodi kita sudah 98,5%. (Ini) hasil pengujian, ilmiah sekali? Saya ulangi, sangat ilmiah 98,5% ,” dia berkata.
Luhut mengatakan angka tersebut diperoleh melalui pendekatan ilmiah dengan memperhatikan perkembangan kasus COVID-19 di RI dari waktu ke waktu. Jadi, keputusan pencabutan PPKM itu diambil secara sembrana.
“Semuanya dilakukan secara ilmiah dan dengan doa dan kami menemukan 98,5% sehingga para ahli menyarankan saya. Pak Menko, menteri ini sudah kuat. Apakah Anda yakin? Tentu. Ini berlanjut ke Natal, Tahun Baru, dan Idul Fitri, dan ada acara lain. Kami melakukannya secara ilmiah. Ini bukan soal berani,” tegasnya.
Di sisi lain, Luhut menyadari ada potensi munculnya varian baru COVID-19 meski PPKM sudah dicabut. Untuk itu, dia mengingatkan masyarakat untuk tidak melonggarkan kewaspadaan terhadap penularan COVID-19.
Nah dari pelajaran ini kita harus waspada, varian baru bisa datang. Oleh karena itu, kewaspadaan jangan sampai hilang, makanya PPKM dihentikan oleh Presiden, tetapi kita belum masuk dalam keadaan endemik. Karena masih proses tersendiri dan kita harus melihat WHO,” ujarnya.