

Jakarta, CNN Indonesia — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan, pendukung Lukas Enembe di Papua makin berkurang. Massa pendukung yang kian menyusut dijadikan strategi aparat melakukan penjemputan paksa.
Hal itu diungkapkan Mahfud dengan mengukur transaksi pesanan nasi bungkus yang dilakukan Lukas kepada massa yang kerap berjaga di depan rumahnya.
“Kami juga punya catatan dari catering untuk makanan yang suka duduk di depan rumah satu hari turun, satu hari turun, kami menghitung setiap hari ada catatan jadi lebih mudah menangkapnya,” kata Mahfud di Kemenko Polhukam. , Kompleks Hukum dan Keamanan, Rabu (11/1).
Meski begitu, Mahfud menjelaskan pengamanan maksimal tetap diperlukan.
Kami jelaskan makin berkurang hingga akhirnya tidak ada kecuali masyarakat adat, itu saja, makin berkurang tetapi tetap kita berikan pengamanan maksimal,” kata Mahfud.
Selain itu, Mahfud juga mengatakan pihaknya tidak menutup kemungkinan menangkap pihak lain yang terlibat dalam kasus ini.
“Kalau orang lain ya mungkin namanya korupsi, kolusi kalau kolusi melibatkan lebih dari satu orang, mungkin lima, mungkin tujuh, bisa macam-macam, sekarang hanya dua,” ujarnya.
Sebelumnya, penangkapan Lukas memicu kekacauan di Papua. Massa pendukung Lukas menyerbu Mako Brimob di Kotaraja, Papua, juga membawa panah dan senjata tajam.
Seorang simpatisan Lukas dilaporkan ditembak mati setelah terlibat kerusuhan di kawasan Bandara Sentani. KPK menetapkan Lukas sebagai tersangka bersama Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka.
Lukas diduga menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka terkait proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.
Atas perbuatannya, Rijatono diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Sedangkan Lukas diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Tipikor.